Wednesday, 1 August 2012

Ragam Musik Betawi

Penduduk Betawi sejak awal sudah sangat heterogen. Kesenian Betawi lahir dari perpaduan berbagai unsur etnis dan suku bangsa yang ada di Betawi. Seni musik Betawi tidak terhindar dari proses perpaduan itu. Dalam musik Betawi terdapat pengaruh Eropah, Tionghoa, Arab, Melayu, Sunda, dan lain-lain.


1.Gambang Kromong
Nama gambang kromong diambil dari nama alat musik yaitu gambang dan kromong. Ia juga merupakan paduan yang serasi antara unsur pribumi dan Cina. Unsur Cina tampak pada instrumen seperti tehyan, kongahyan, dan sukong, sementara unsur pribumi berupa kehadiran instrumen seperti gendang, kempul, gong, gong enam, kecrek, dan ningnong. Memang, pada mulanya gambang kromong adalah ekspresi kesenian mayarakat Cina peranakan saja. Sampai awal abad ke-19 lagu-lagu gambang kromong masih dinyanyikan dalam bahasa Cina. Baru pada dasawarsa pertama abad ke-20, retepertoar lagu gambang kromong diciptakan dalam bahasa Betawi. Belakangan dalam setiap pergelarannya gambang kromong selalu membawakan lagu-lagu dari khazanah Cina dan Betawi. Seperti lagu-lagu instrumental (phobin) berjudul Ma Tsu Thay, Kong Jie Lok, Phe Pan Tauw, Ban Kie Hwa, Phe Boo Tan, Ban Liauw, dan “lagu sayur” berjudul, antara lain, Cente Manis, Kramat Karem, Sirih Kuning, Glatik Nguknguk, Surilang, Lenggang Kangkung, Kudehel, Stambul Jampang, dan Jali-Jali Kembang Siantan.

Gambang kromong sangat terbuka menerima kemungkinan pengembangan. Itulah sebabnya dikenal gambang kromong kombinasi. Gambang kromong kombinasi disebut juga gambang kromong modern. Dikatakan kombinasi karena susunan alat musik asli ditambah atau dikombinasikan dengan lata musik Barat, seperti: gitar, gitar melodi, bass, organ, saksofon, drum, dan sebagainya. Gambang kromong kombinasi dapat memenuhi semua keinginan penonton. Dapat dibawakan jenis lagu dangdut, kroncong, pop, bahkan gambus.

Seniman musik pop pun bisa mempopulerkan lagu-lagu gambang kromong, seperti Benyamin S., Ida Royani, Lilis Suryani, Herlina Effendi dan lain-lain. Sementara tokoh gambang kromong yang pernah dan masih dikenal sampai saat ini adalah Liem Lian Pho (pemimpin rombongan “Selendang Delima”), Suryahanda (pemimpin rombongan “Naga Mustika”), Samen, Acep, Marta (pemimpin rombongan “Putra Cijantung”, sebelumnya dipimpin oleh Nya’at), Amsar (pemimpin rombongan “Setia Hati” dari Bendungan Jago), Samad Modo (pemimpin rombongan “Garuda Putih”), L. Yu Hap, Tan Kui Hap, dan Jali Jalut.


2.Gambang Rancag
Gambang rancag bisa disebut sebagai pertunjukan musik sekaligus teater, bahkan sastra. Ia terdiri dari dua unsur, yaitu gambang dan rancag. Gambang berarti musik pengiringnya dan rancag adalah cerita yang dibawakannya dalam bentuk pantun berkait. Umumnya membawakan lakon-lakon jagoan, seperti Si Pitung, Si Jampang, dan Si Angkri. Pantun berkait ini dinyanyikan oleh dua orang bergantian. Sama dengan berbalas pantun.

Pergelaran gambang rancag selalu terbagi atas tiga bagian. Bagian pembukaan yang diisi dengan lagu-lagu phobin yang berfungsi mengumpulkan penonton. Bagian kedua diisi dengan menampilkan lagu-lagu hiburan atau “lagu sayur”. Bagian ini berfungsi sebagai selingan sebelum ngerancag dimulai. Kedua jenis lagu ini sama dengan yang dinyanyikan dalam gambang kromong. Bagian ketiga rancag. Lagu-lagu yang dibawakan dalam merancag adalah Dendang Surabaya, Gelatik Nguknguk, Persi, phobin Jago, Phobin Tintin, dan Phobin Tukang Sado.

Setiap pemain rancag bukan hanya harus mampu bernyanyi, tetapi juga dapat menyusun pantun dan hafal jalan cerita yang akan dibawakan. Dia harus hafal lakon-lakon yang dimainkan. Misalnya dua bait Rancag Si Pitung

Ambil simping asalnya kerang
Pasang pelita terang digantung
Pasang kuping nyatalah biar terang
Di gambang rancag buka rancag jago Bang Pitung

Pasang pelita terang digantung
Pisang kepok yang mude-mude
Buka rancag jago Bang Pitung
Segalenye Pitung ngerampog di wetan bagian Marunde


3. Gamelan Ajeng
Gamelan Ajeng merupakan musik folklorik Betawi yang mendapat pengaruh dari musik Sunda. Beberapa daerah di Pasundan terdapat pula gamelan ajeng. Seperti di Kecamatan Kawali, Ciamis, Jawa Barat. Meskipun begitu perkembangan kemudian membedakan gamelan ajeng di Betawi dan gamelan serupa di Pasundan. Gamelan ajeng Gandaria pimpinan Radi Suardi misalnya memainkan lagu-lagu seperti Carabali, Timblang, Gagambangan, Matraman, Banjaran, Jiro, lagu-lagu yang tidak ada di gamelan ajeng di Pasundan. Sementara lagu-lagu yang terdapat dalam gamelan Ajeng Sumedang adalah Papalayon, Engko, Titipati, Bayeman, Papalayon Buyut, dan Bondol Hejo.

Alat musik gamelan ajeng terdiri dari kromong sepuluh pencin, terompet, gendang (dua gendang besar, dua kulanter), dua saron, bende, cemes (semacam cecempres), kecrek. Kadang-kadang ada juga yang menggunakan dua gong: gong laki dan gong perempuan.

Gamelan ajeng biasa digunakan untuk memeriahkan hajatan, seperti khitanan atau perkawinan. Pada mulanya tidak biasa digunakan sebagai pengiring tarian. Tapi pada perkembangannya kemudian digunakan pula sebagai pengiring tarian yang disebut “Belenggo Ajeng”. Belakangan ini, sesuai denga perkembangan zaman dan untuk memuaskan penontonnya, gamelan ajeng juga memainkan lagu-lagu Sunda pop. Bahkan ada pula yang digunakan untuk mengiringi tari Jaipong.

Di samping di Gandaria, gamelan ajeng juga berkembang di pinggiran Jakarta lainnya, seperti di Kelapa Dua Wetan dipimpin oleh Oking alias Peking, di Cireundeu dipimpin oleh Neran, di Pakopen Tambun dipimpin Sarah, dan di Karanggan Pondok Gede dipimpin oleh Saad.

* Gamelan Topeng

Gamelan Topeng adalah seperangkat gamelan untuk mengiringi topeng Betawi, sebagaimana gambang kromong untuk mengiringi pertunjukan lenong. Gamelan topeng merupakan penyederhanaan dari gamelan lengkap. Terdiri dari rebab, sepasang gendang (gendang besar dan kulanter), ancang kenong berpencong tiga, kecrek, kempul yang digantung dan sebuah gong tahang atau gong angkong. Kenong berpencong tiga di sini ditabuh oleh dua panjak. Yang pertama menabuh pencon kenong (“ngenong”), yang satu lagi menabuh kenceng atau pinggiran kenong (“ngenceng”). Lantaran penyederhanaan ini gamelan topeng bisa dibawa berkeliling untuk “ngamen” dari kampung ke kampung. Terutama pada saat perayaan tahun baru, baik Masehi maupun Imlek, sebagaimana dilakukan rombongan almarhum Haji Bokir pada era 1950-an.

Pemukulan kempul memegang peranan penting dalam pertunjukan topeng sebab ia menandakan pertunjukan akan segera dimulai. Setelah itu dilanjutkan dengan gesekan rebab tunggal (“arang-arangan”). Panjangnya tergantung kesempatan, tetapi ia juga berfungsi untuk mengumpulkan panjak yang belum siap di tempat. Setelah arang-arangan dilanjutkan dengan “talu” atau “tetalu” yang ditabuh lebih keras dari sebelumnya dan berfungsi untuk mengumpulkan penonton. Setelah itu barulah pertunjukan pendahuluan atau pralakon bermula, yakni pertunjukan tari-tarian. Pralakon berlangsung melalui “Lipetgandes” yang dilakukan oleh seorang bodor dan ronggeng topeng (penari topeng). Setelah selesai, bermulalah pertunjukan inti. Dalam pergelaran lakon, panjang atau pendek, gamelan berfungsi sebagai tanda pergantian babak, untuk memberikan aksentuasi gerakan dan jalan cerita.

Ada dua repertoar yang biasa dibawakan gamelan topeng. Pertama lagu-lagu “dalem” seperti Kang Aji, Gendol Ijo, Glenderani, dan sebagainya. Kedua, lagu-lagu “luar”, yaitu lagu-lagu yang biasa diperdengarkan berdasarkan permintaan penonton. Antara lain, Geseh dan Bongbang.

4. Keroncong Tugu

Keroncong Tugu dahulu sering disebut Cafrinho Tugu. Orang-orang keturunan Portugis (mestizo) telah memainkan musik ini sejak 1661. Pengaruh Portugis dapat diketahui dari jenis irama lagunya. Misalnya moresko, frounga, kafrinyo, dan nina bobo. Keroncong Tugu tidak jauh beda dengan keroncong pada umumnya. Tapi juga bukan sama persis. Keroncong Tugu berirama lebih cepat. Irama yang lebih cepat ini disebabkan oleh suara ukulele yang memainkannya digaruk seluruh senanrnya. Sementara keroncong Solo atau Yogya berirama lebih lambat.

Kerontjong Toegoe pada mulanya dimainkan oleh 3 atau 4 orang. Alat musiknya hanya 3 buah gitar, yaitu: gitar Frounga yang berukuran besar dengan 4 dawai, gitar Monica berukuran sedang dengan 3-4 dawai, dan gitar Jitera yang berukuran keci dengan 5 dawai. Selanjutnya alat musik Keroncong Tugu ditambah dengan suling, biola, rebana, mandolin, cello, kempul, dan triangle. Dulu keroncong ini sering membawakan lagu berirama melankolis, diperluas dengan irama pantun, irama stambul, irama Melayu, langgam keroncong, dan langgam Jawa. Syair lagu-lagunya kebanyakan masih menggunakan bahasa Portugis, yang cara pengucapannya sudah terpengaruh dialek Betawi Kampung Tugu.

Kerontjong Toegoe masih sering pentas pada berbagai tempat dan kesempatan. Di atas pentas para pemainnya selalu berpenampilan khas: yang laki-laki mengenakan baju koko putih, celana batik, dan tutup kepala semacam baret. Mereka juga selalu memakai semacam syal yang melingkari leher. Sementara yang perempuan memakai kebaya. Tokoh keroncong Tugu saat ini adalah Samuel Quicko dan Fernando yang memimpin “Moresko Toegoe” di Kampung Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Mereka berdua dibantu oleh saudara-saudara mereka, Ester dan Bernado. Sebelumnya ada orang tua mereka: Oma Kristin (Christine) dan opa Eddy Wasch yang pernah memperoleh penghargaan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1976.


5. Tanjidor
Musik tanjidor diduga berasal dari bangsa Portugis yang datang ke Betawi pada abad ke-14 sampai ke-16. Ahli musik dari Belanda bernama Ernst Heinz berpendapat tanjidor asalnya dari para budak yang ditugaskan main musik untuk tuannya. Sejarawan Belanda Dr. F. De Haan juga berpendapat orkes tanjidor berasal dari orkes budak pada masa kolonial. Alat musik yang mereka mainkan antara lain: klarinet, piston, trombon, tenor, bas trompet, bas drum, tambur, simbal, dan lain-lain. Mereka menghibur tuan mereka saat pesta dan jamuan makan. Ketika perbudakan dihapuskan pada 1860, pemain musik musik, mereka membentuk perkumpulan musik. Lahirlah perkumpulan musik yang dinamakan tanjidor.

Lagu-lagu yang dibawakan tanjidor antara lain Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak-tak, Welmes, dan Cakranegara. Judul lagu itu berbau Belanda meski dengan ucapan Betawi. Lagu-lagu tanjidor juga diperkaya dengan lagu-lagu gambang kromong. Karena itu instrumennya bisa ditambah dengan tehyan, rebana, beduk, gendang, kecrek, kempul, dan gong.

Pada era 1950-an orkes tanjidor masih ngamen. Khususnya pada tahun baru Masehi dan Imlek. Dengan telanjang kaki atau bersandal jepit mereka ngamen dari rumah ke rumah di kawasan elite, seperti Menteng, Salemba, dan Kebayoran Baru, daerah-daerah yang banyak dihuni orang Belanda. Pada tahun baru Cina biasanya tanjidor ngamen lebih lama. Karena tahun baru Cina dirayakan sampai perayaan Cap Go Meh, yaitu pesta hari ke-15 Imlek.

Tanjidor berkembang di daerah pinggiran Jakarta, Depok, Cibinong, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Parung, Bogor, Bekasi dan Tangerang. Di daerah-daerah itu dahulu banyak terdapat perkebunan dan villa milik orang Belanda, di mana budak-budak mereka memainkan musik tanjidor untuk sang tuan. Adapun grup tanjidor yang kini menonjol adalah Putra Mayangsari pimpinan Marta Nyaat di Cijantung Jakarta Timur dan Pusaka pimpinan Said di Jagakarsa Jakarta Selatan.


6. Orkes Samrah
amrah telah berkembang di Jakarta sejak abad ke-17. Asalnya dari Melayu. Hal itu dimungkinkan karena salah satu suku yang menjadi cikal bakal orang Betawi adalah Melayu. Samrah berasal dari kata bahasa Arab “samarokh” yang berarti berkumpul atau pesta dan santai. Kata “samarokh” oleh orang Betawi diucapkan menjadi “samrah” atau “sambrah”. Dalam kesenian Betawi, samrah menjadi orkes samrah dan tonil samrah serta tari samrah.

Orkes Sambrah adalah ansambel musik Betawi. Instrumen musiknya antara lain harmonium, biola, gitas, string bas, tamburin, marakas, banyo, dan bas betot. Dalam menyajikan sebuah lagu, unsur alat musik harmonium sangat dominan dan kini sudah langka. Maka orkes samrah disebut pula sebagai orkes harmonium. Orkes ini dimanfaatkan sebagai sarana hiburan dalam berbagai acara. Lagu-lagu pokoknya berbahasa Melayu seperti Burung Putih, Pulau Angsa Dua, Cik Minah Sayang, Sirih Kuning, Masmura, Pakpung Pak Mustape, dan sebagainya. Di samping itu dimainkan juga lagu-lagu yang khas Betawi, seperti Jali-jali, Kicir-kicir, dan Lenggang-lenggang Kangkung.

Kostum yang dipakai pemain samrah ada dua macam: peci, jas, dan kain pelekat atau baju sadariah dan celana batik. Sekarang ditambah lagi satu model yang sebenarnya model lama, “jung serong” (ujungnya serong), yang terdiri dari tutup kepala yang disebut liskol, jas kerah tutup dengan panetolan satu warna dan sepotong kain batik yang dililitkan di bawah jas, dilipat menyerong, ujungnya menyembul ke bawah.

Daerah penyebaran samrah terbatas di kawasan Betawi Tengah, seperti Tanah Abang, Cikini, Paseban, Tanah Tinggi, Kemayoran, Sawah Besar dan Petojo. Masyarakat pendukungnya kebanyakan kelas menengah. Kini popularitasnya makin surut, meski belakangan Lembaga Kebudayaan Betawi berupaya untuk membangkitkannya. Terutama membantu kelompok samrah yang paling representatif yang pernah dipimpin oleh almarhum Harun Rasyid.


6. Rebana
Rebana terbilang kesenian yang cukup populer di Jakarta. Di daerah lain, terutama di Jawa, alat musik bermembran ini disebut “terbang”. Sebutan rebana diduga berasal dari kata Arab “robbana” (Tuhan kami). Sebutan ini muncul karena alat musik ini biasa digunakan untuk mengiringi lagu-lagu bernafaskan Islam. Lama-kelamaan alat musiknya disebut “rebana”, atau “robana”, sebagaimana terjadi di daerah Ciganjur, Pondok Pinang dan sekitarnya. Hampir semua jenis rebana Betawi terdapat di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Selebihnya di Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Tangerang. Berdasarkan jenis alat, sumber syairnya, wilayah penyebarannya dan latar belakang sosial pendukungnya, rebana Betawi terdiri atas jenis-jenis berikut ini:

Rebana Biang

Di daerah lain rebana jenis ini disebut juga dengan Rebana Gede, Rebana Salun, Gembyung, dan Terbang Selamet. Disebut rebana biang karena salah satu rebananya berbentuk besar. Meski bentuknya sama, rebana biang terdiri dari empat jenis. Yang paling kecil berdiameter 20 cm biasa disebut ketog; yang bergaris tengah 30 cm disebut gendung; yang sedang bergaris tengah 60 cm dinamai kotek; yang paling besar bergaris tengah 60—80 cm dinamai biang. Karena bentuknya yang besar, rebana biang dimainkan sambil duduk dengan cara menyanggahnya dengan telapak kaki dan lutut.

Bila cara membawakan rebana jenis lain tampak khidmat dan syair-syairnya yang berasal dari bahasa Arab diucapkan dengn tajwid dan makhraj yang bagus, maka kata-kata Arab dalam orkes rebana biang diucapkan dengan lidah atau dialek setempat. Lagu rebana biang ada dua macam. Pertama, yang berirama cepat, disebut lagu Arab atau lagu nyalun, seperti Rabbuna Salun, Allahah, Allah Aisa, Allahu Sailillah, dan Hadro Zikir. Kedua, yang berirama lambat, disebut lagu rebana atau lagu Melayu, antara lain Alfasah, Alaik Soleh, Dul Sayiduna, Dul Laila, Yulaela, Sollu Ala Madinil Iman, Anak Ayam Turun Selosin, Sangrai Kacang.

Kebanyakan kelompok rebana biang yang lebih dekat dengan kota Jakarta, seperti rebana biang Ciganjur, lebih banyak memiliki perbendaharaan laku-laku “dikir” berbahasa Arab atau lagu-lagu berlirik bahasa Betawi, atau bahasa Sunda, yang bagi senimannya sendiri kurang dipahami artinya. Sementara kelompok-kelompok rebana biang di daerah pinggiran, seperti Pondok Rajeg, Cakung, Ciseeng dan Parung dalam pergelaran ada juga yang menambahkan alat-alat musik lain, seperti terompet, rebab, tehyan, bahkan biola. Penambahan ini untuk menggantikan lagu-lagu “dikir”. Di samping untuk mengiringi nyanyian atau “dikir”, rebana biang juga biasa digunakan untuk mengiringi tarian Blenggo atau “Blenggo Rebana”. Sementara teater yang biasa diiringi dengan rebana biang adalah Blantek.

Dahulu grup rebana biang banyak tersebar seperti di Kalibata Tebet, Condet, Kampung Rambutan, Kalisari, Ciganjur, Bintaro, Cakung, Lubang Buaya, Sugih Tanu, Ciseeng, Pondok Cina, Pondok Terong, Sawangan, Pondok Rajeg, Gardu Sawah, Bojong Gede, dan sebagainya. Yang kini masih bertahan grup rebana biang Pusaka pimpinan Abdulrahman di Ciganjur. Namun personel grup ini sebagian besar sudah tua. Sebelumnya ada kelomok rebana biang Kong Sa’anan yang sangat terkenal di era 1950-an karena dipercaya memiliki “ronggeng gaib” yang mampu menyedot dan menghipnotis penonton sehingga sukarela bertahan sampai pagi.

Rebana Ketimpring

Sebutan Rebana Ketimpring mungkin karena adanya tiga pasang “kerincingan”, yakni semacam kercek yang dipasang pada badannya, yang terbuat dari kayu yang menurut istilah setempat disebut “kelongkongan”. Tapi tidak semua rebana berkerincingan disebut rebana ketimpring, ada pula yang bernama rebana hadroh dan rebana burdah.

Rebana ketimpring jenis rebana yang paling kecil. Garis tengahnya hanya berukuran 20 sampai 25 cm. Dalam satu grup ada tiga buah rebana. Ketiga rebana itu mempunyai sebutan rebana tiga, rebana empat, dan rebana lima. Rebana lima berfungsi sebagai komando. Sebagai komando, rebana lima diapit oleh rebana tiga dan rebana empat. Rebana Ketimpring mempunyai dua fungsi: sebagai Rebana Ngarak dan Rebana Maulid.

Rebana Ngarak

Sesuai dengan namanya, Rebana Ngarak berfungsi mengarak dalam suatu arak-arakan. Rebana ngarak biasanya mengarak mempelai pengantin laki-laki menuju ke rumah mempelai pengantin perempuan. Syair lagu rebana ngarak biasanya shalawat. Syair shalawat itu diambil dari kitab maulid Syarafal Anam, Addibai, atau Diiwan Hadroh. Karena berfungsi mengarak itulah, rebana ngarak tidak statis di satu tempat saja.

Gaya pukulan rebana ngarak biasanya disesuaikan dengan kesempatan. Misalnya selama perjalanan pengantin laki-laki menuju rumah pengantin perempuan biasanya menggunakan pukulan “salamba”. Setelah berada di rumah pengantin perempuan biasanya digunakan gaya “sadati”. Mungkin berasal dari kata “syahadatain”, dua kalimat syahadat yang akan diucapkan oleh pengantin laki-laki di hadapan penghulu.

Rebana ngarak saat ini berkembang dengan baik. Banyak remaja dan pemuda mempelajarinya. Dalam grup rebana ngarak dipelajari pula berbalas pantun dan silat, seperti dalam upacara ngarak pengantin. Grup rebana ngarak terdapat di berbagai kampung. Misalnya di kampung Paseban, Kwitang, Karang Anyar, Kali Pasir, Kemayoran, Kayu Manis, Lobang Buaya, Condet, Ciganjur, Grogol, Kebayoran Lama, Pejaten, Pasar Minggu, Kalibata, dan lain-lain.

Rebana Maulid

Sesuai namanya rebana ini berfungsi sebagai pengiring pembacaan riwayat nabi Muhammad. Kitab maulid yang biasa dibaca Syarafal Anam karya Syaikh Albarzanji dan kitab Addibai karya Abdurrahman Addibai. Tidak seluruh bacaan diiringi rebana. Hanya bagian tertentu seperti Assalamualaika, Bisyahri, Tanaqqaltu, Wulidalhabibu, Shalla ‘Alaika, Badat Lana, dan Asyrakal. Bagian Asyrakal lebih semangat karena semua hadirin berdiri. Pembacaan maulid nabi dalam masyarakat Betawi sudah menjadi tradisi. Pembacaan maulid tidak terbatas pada bulan mulud (Rabiul Awwal) saja. Setiap acara selalu ada pembacaan maulid. Apakah khiatanan, nujuhbulanin, akekah, pernikahan, dan sebagainya.

Pukulan rebana maulid berbeda dengan pukulan rebana ngarak. Nama-nama pukulan rebana maulid disebut pukulan jati, pincang sat, pincang olir, dan pincang harkat. Dahulu ada seniman rebana maulid yang gaya pukulannya khas. Seniman ini bernama Sa’dan, tinggal di Kebon Manggis, Matraman. Sa’dan memperoleh inspirasi pukulan rebana dari gemuruh air hujan. Gayanya disebut gaya Sa’dan.

Rebana Hadroh

Pada umumnya ukuran Rebana Hadroh agak lebih besar dari rebana ketimpring. Garis tengahnya rata-rata 30 cm. Rebana hadroh terdiri dari tiga jenis. Pertama disebut Bawa, irama pukulannya cepat, dan berfungsi sebagai komando. Kedua disebut Ganjil atau Seling dan berfungsi saling mengisi dengan bawa. Ketiga disebut Gedug yang berfungsi sebagi bas. Karena itu ada pula yang menyebutnya “rebana gedug”.

Cara memainkan rebana hadroh bukan dipukul biasa tapi dipukul seperti memainkan gendang sehingga terdengar agak melodius. Jenis pukulan rebana hadroh ada empat, yaitu tepak, kentang, gedug, dan pentil. Keempat jenis pukulan itu dilengkapi dengan naman-nama irama pukulan. Nama irama pukulan, antara lain irama pukulan jalan, sander, sabu, pegatan, sirih panjang, sirih pendek, dan bima. Sementara lagu-lagu rebana hadroh diambil dari syair Diiwan Hadroh dan syair Addibaai. Yang khas dari pertunjukan rebana hadroh adalah Adu Zikir. Dalam adu zikir tampil dua grup yang silih berganti membawakan syair Diiwan Hadroh. Grup yang kalah umumnya grup yang kurang hafal membawakan syair tersebut.

Rebana hadroh pernah ada di kampung Grogol Utara, Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Kalibata, Duren Tiga, Utan Kayu, Kramat Sentiong, dan Paseban. Salah seorang tokoh rebana hadroh yang terkenal adalah Mudehir, seorang tuna netra. Mudehir memiliki keterampilan teknis yang sempurna. Variasi pukulannya sangat kaya. Bahkan dengan pukulan kakinya pun suara rebana masih sempurna. Suaranya indah. Daya hafalnya atas syair Diiwan Hadroh sangat baik. Konon kemampuannya memainkan rebana hadroh terinspirasi dari suara pekerja pabrik batik yang mengecap kain dengan bertalu-talu. Mudehir wafat pada 1960. Sepeninggal Mudehir rebana hadroh semakin surut. Kini rebana hadroh tinggal kenangan.

Rebana Dor

Perbedaan rebana ketimpring dengan Rebana Dor adalah pada rebana dor terdapat lubang-lubang kecil pada “kelongkongnya” untuk tempat jari. Mungkin untuk memudahkan atau agar lebih enak memegangnya. Cara memegang rebana dor terkadang bertumpu pada lutut kiri kanan. Tangan kiri dan kanan bebas memukul rebana. Rebana dor adalah rebana yang fleksibel. Rebana dor dapat dimainkan bersama rebana ketimpring, rebana hadroh, bahkan dengan orkes gambang.

Ciri khas rebana dor terletak pada irama pukulan yang tetap sejak awal lagu sampai akhir. Ciri lain adalah lagu Yaliil, yaitu bagian solo vokal sebagai pembukaan lagu. Lagu Yaliil mengikuti nada atau notasi lagu membaca Qur’an, antara lain Shika, Hijaz, Nahawan, Rosta, dan lain-lain. Syair lagu rebana dor diambil dari berbagai sumber, antara lain Syarafal Anam, Mawalidil Muhammadiyah, Diiwan Hadroh, Addiibai. Sering pula dibawakan lagu-lagu dari penyanyi Mesir terkenal seperti Ummi Kaltzoum. Karena itu pula rebana dor biasa disebut “rebana lagu”.

Rebana dor lebih banyak persamaannya dengan rebana kasidah. Perkembangan rebana kasidah sangat pesat sehingga menggeser rebana dor. Lagi pula rebana kasidah lebih diminati remaja putri. Rebana dor hanya dimainkan oleh orang-orang tua. Rebana kasidah lebih enak ditonton karena pemainnya remaja putri. Rebana dor didukung pemain leki-laki yang sudah berusia lanjut. H. Naiman dari kampung Grogol Utara, Arifin dari kampung Kramat Sentiong, dan H. Abdurrahman dari kampung Klender adalah tokoh-tokoh rebana dor. Sayangnya ketiga orang ini tidak mempunyai penerus. Akibatnya rebana dor tidak berkembang.

Rebana Kasidah

Rebana Kasidah termasuk yang paling populer. Setiap kampung terdapat grup rebana kasidah. Rebana kasidah dianggap sebagai perkembanagan lebih lanjut dari rebana dor. Sejak awal rebana kasidah sudah disenangi, khususnya oleh remaja putri. Ini yang membuat pesatnya perkembangan rebana kasidah. Tidak ada unsur ritual dalam penampilan rebana kasidah. Maka rebana kasidah bebas bermain di mana saja dan dalam acapa apa saja. Lirik-lirik yang dinyanyikan tidak terbatas pada lirik-lirik berbahasa Arab, melainkan yang berbahasa Indonesia.

Ada yang beranggapan kepopuleran rebana kasidah karena ia lazim dimainkan oleh perempuan. Di masa lalu hampir semua madrasah memiliki kelompok rebana kasidah. Bahkan di era 1970 sampai 1980-an festival kasidah marak dilaksanakan. Grup pemenang festival ditampilkan pada acara-acara penting. Ada pula grup yang merekam lagu-lagu mereka ke dalam pita kaset dan laris dijual. Penyanyi rebana kasidah yang terkenal adalah Hj. Rofiqoh Darto Wahab, Hj. Mimi Jamilah, Hj. Nur Asiah Jamil, Romlah Hasan, dan lain-lain. Menurut catatan Lembaga Seni Qasidah DKI Jakarta pada 10 tahun lalu jumlah ogranisasi rebana kasidah sekitar 600 kelompok

Rebana Maukhid

Ukuran jenis rebana ini lebih besar dari rebana hadroh, sekitar 40 cm. Munculnya jenis kesenian rebana maukhid tidak lepas dari nama Habib Hussein Alhadad. Habib inilah yang mengembangkan rebana maukhid. Habib Hussen mempelajari kesenian rebana dari Hadramaut. Rebana maukhid yang asli hanya dua buah, tapi ia mengembangkannya menjadi empat sampai 16 buah. Profesi sehari-hari Habib Hussein adalah muballig. Untuk lebih memeriahkan tablig setiap malam Jumat, Habib Hussein menyanyikan shalawat diiringi rebana. Syair shalawat yang dinyanyikan diambil dari karya Abdullah Alhadad.

Rebana maukhid dapat dimainkan tanpa terikat jumlah pemain, tergantung jumlah pemain dan tempat pertunjukannya, sehingga bisa dimainkan oleh dua, tiga, empat, bahkan 16 orang. Keberadaan rebana maukhid bukan semata-mata untuk pertunjukan, tapi sebagai pengis acara tablig. Tidak ada rancangan khusus berkenaan dengan pementasan. Apalagi rencana pengembangan dan perluasan wilayah. Rebana maukhid hanya ada di Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kalaupun di daerah lain ada Rebana Maukhid, mungkin dilakukan oleh murid Habib Hussein Alhadad.

Rebana Burdah

Garis tengah Rebana Burdah lebih besar dari rebana maukhid, sekitar 50 cm. Penamaan rebana burdah mungkin karena nama grupnya, yaitu “Burdah Fiqah Ba’mar” yang dipimpin oleh Sayid Abdullah Ba’mar. Mungkin juga dinamakan demikian karena biasa membawakan “qaida” (salah satu bentuk puisi Arab) Alburda yang terdapat di kitab Majemuk atau Mawalid. Rebana jenis ini hanya ada di Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan dan dikembangkan oleh Abdullah Ba’mar. Para pemainnya semula berasal dari keluarga Ba’mar, Amzar, dan Kathum yang kesemuanya merupakan imigran Arab asal Mesir.

Kehadiran Firqah Burdah Ba’mar awalnya untuk mengisi waktu luang menjelang atau sesudah pengajian. Dengan disajikannya rebana burdah, pengajian terasa lebih meriah dan tidak membosankan. Karena main di forum pengajian, lagu-lagu yang dinyanyikan diambil dari syair Al-Busyiri yang berisi puji-pujiab kepada Nabi Muhammad. Pada umumnya lagu-lagu burdah berirama 4/4 dimainkan sambil duduk bersila, sedangkan lagu-lagu yang berirama lebih cepat biasa disebut “Fansub” dimainkan sambil berdiri.


7. Orkes Gambus
Orkes Gambus dahulu dikenal dengan sebutan irama Padang Pasir. Pada tahun 1940-an orkes gambus menjadi tontonan yang disenangi. Bagi orang Betawi, tanpa nanggap gambus pada pesta perkawinan atau khitanan dan sebagainya terasa kurang sempurna. Menurut Munif Bahasuan, orkes gambus sudah ada di Betawi sejak awal abad ke-19. Saat itu banyak imigram dari Hadramaut (Yaman Selatan) dan Gujarat datang ke Betawi. Jika walisongo menggunakan gamelan sebagai sarana dakwah, imigram Hadramaut menggunakan gambus.

Peralatan musik gambus bervariasi, tapi yang baku umumnya terdiri dari gambus, biola, dumbuk, suling, organ atau akordion, dan marawis. Awalnya orkes gambus membawakan lagu dengan syair bahasa Arab, seperti Lisaani Bihamdillah, Yamalaakal Hub, Solla Rabbuna, Asyraqal Badrui dan Syarah Dala. Kemudian gambus berkembang menjadin sarana hiburan. Ia juga biasa digunakan untuk mengiringi tarian Japin yang biasa ditarikan oleh laki-laki berpasangan.

Orkes gambus tidak bisa dipisahkan dari Syaikh Albar dari Surabaya dan SM Alaydrus. Kedua orang ini merupakan musisi gambus terkenal pada era 1940-an. SM Alaydrus berhasil mengembangkan orkes harmonium yang pada erac1950 menjadi orkes Melayu. Syech Albar mempertahankan tradisi gambus. Sampai 1940-an lagu gambus masih berorientasi ke Yaman Selatan. Setelah bioskop Alhamra di Sawah Besar banyak memutar film Mesir, lagu gambus berorientasi ke Mesir. Sehingga nama Umi Kaltzoum, Abdul Wahab, dan Farid Alatras terkenal dan lagu-lagunya ditiru.

Sampai era 1950-an orkes gambus makin terkenal. Orkes gambus mengisi siaran di RRI tiap malam Jumat. Dua grup yang selalu tampil di RRI adalah Orkes Gambus Al-Wardah pimpinan Muchtar Lutfie dan Orkes Gambus Al-Wathan pimpinan Hasan Alaydrus. Pada era 1960-an orkes gambus mulai menurun pamornya. Politik Demokrasi Terpimpin melarang kesenian yang berbau asing. Di era 1990-an orkes gambus mulai bangkit kembali.di Indonesia. Malah sempat diadakan lokakarya musik gambus pada 1997 meski hasilnya belum menggembirakan.

Tokoh musik gambus di Jakarta yang cukup terkenal adalah Husnu Maad K.H. Zainal Abidin Alhadad dan Zein Alhadad. Salah satu grup yang terkenal saat ini adalah Arrominiah pimpinan H. Hendy Supandi

No comments:

Linkss