Ketika masih kanak-kanak, saya sering sekali mengkhayal setiap kali menonton The Lost World,
“Wah, seru sekali kalau punya dinosaurus peliharaan di rumah...”. Tentu
saja anggota keluarga saya yang lain tertawa mendengar khayalan saya.
“Maklum, anak-anak.”, mungkin begitu pikir mereka. Okelah, mungkin
memang masih terlalu jauh untuk berpikir bagaimana cara membangunkan
makhluk prasejarah itu. Untuk dinosaurus memang terlalu ekstrim, tapi
ternyata cukup menjanjikan untuk banyak makhluk lain!
Beberapa
tahun terakhir ini, dunia biologi membuka harapan besar untuk
menghidupkan kembali satwa-satwa yang telah punah setelah Teruhiko
Wakayama, seorang profesor biologi asal Jepang berhasil membuat kloning
dari seekor mencit yang telah beku selama dua dekade. Para
ahli genetika dan biologi molekuler pun berusaha untuk melakukan
terobosan yang lebih spektakuler lagi, yakni merancang kembali makhluk
hidup yang telah punah dari muka bumi! Ya, mulai burung Dodo (Raphus cucullatus) yang punah pada akhir abad ke-17, serigala Tasmania (Thylacinus cynocephalus), Quagga (Equus quagga)
yang individu terakhirnya mati di kebun binatang Amsterdam tahun 1883,
sampai beberapa subspesies dari harimau yang telah punah (Panthera tigris balica, Panthera tigris sondaica), bukan suatu hal yang mustahil lagi bahwa suatu saat nanti mereka akan kembali menjelajahi muka bumi ini. Para ilmuwan di San Diego,
misalnya. Bermodal hanya sedikit jaringan yang diambil dari spesimen
awetan banteng Jawa yang telah mati selama beberapa tahun, mereka
berhasil mengisolasi DNA banteng Jawa tersebut dan memasukkannya ke sel
telur sapi biasa. Hasilnya, dua ekor banteng Jawa dilahirkan dari rahim
sapi biasa. Metode yang digunakan untuk hal itu adalah dengan meniru
metode yang pertama kali dipakai untuk membuat domba kloning pertama,
Dolly, yakni mengganti inti sel telur induk angkat dengan inti sel dari
hewan yang hendak “dibangun”.
National
Geographic bulan Mei 2009 ini menyajikan berita yang cukup menarik
mengenai usaha para ilmuwan untuk membangkitkan kembali mamooth (ex. Mammuthus primigenius),
sejenis gajah raksasa berbulu lebat yang pernah menguasai lingkaran
kutub utara puluhan ribu tahun silam. Dengan ditemukannya spesimen utuh
seekor bayi mamooth di Siberia dua tahun yang lalu, para ilmuwan
berhasil memetakan lebih dari 70% genom mamooth yang merinci banyak hal
dasar yang amat diperlukan untuk menghidupkan hewan kembali hewan purba
itu. “Saya dulu tertawa mendengar Steven Spielberg (sutradara kawakan
yang juga menangani pembuatan film The Lost World) berkata bahwa
kloning binatang yang sudah punah tak bisa dihindari. Tapi kini saya tak
lagi tertawa, setidaknya menyangkut mamooth. Ini bakal terjadi. Tinggal detailnya saja,” ujar Hendrik Poinar, pakar DNA purbakala dari McMaster University.
Dalam kasus membangunkan kembali binatang purba itu, pertama-tama haruslah didapatkan urutan DNA yang lengkap dari hewan punah yang hendak dibuat kembali. Urutan DNA ini amat panjang, bisa jadi terdiri atas milyaran pasangan basa (purin – pirimidin). Selanjutnya, para ilmuwan perlu membuat peta dari genom hewan tersebut. Keseluruhan genom itu kemudian harus diurutkan ulang berkali-kali untuk membuang DNA asing yang bukan berasal dari spesies tersebut. Kemudian, barulah DNA tersebut dikemas dalam benuk kromosom. Setelah memperoleh kromosom yang dapat digunakan, dapatlah dibuat inti sel sintetis yang nantinya (seperti yang diceritakan tadi) akan diselipkan ke sel tanpa inti dari induk angkatnya. Induk angkat tersebut diusahakan berkerabat dekat dengan hewan rancangan tadi, satu genus, atau setidaknya satu famili.
Untuk banyak spesies lain yang berlum terlampau jauh rentang waktu kepunahannya, hal itu jauh lebih mudah. Untuk serigala Tasmania, sejauh ini para ilmuwan telah berhasil membangun ulang sebagian besar dari DNA nya, terutama bagian yang membentuk bangun dasar tubuh. Dalam DNA berpenanda radioaktif yang disuntikkan ke tubuh beberapa hewan percobaan, terlihat bahwa DNA yang mengkode pembentukan tulang dan beberapa organ telah berhasil diisolasi. Karena itu, para ilmuwan terus mencari spesimen yang lebih utuh dan segar dari tiap-tiap hewan punah tersebut untuk membangun perpustakaan gen yang lebih lengkap. Pastilah, bicara soal menghidupkan lagi spesies yang telah punah dewasa ini tidak dianggap science-fiction belaka.
Percayalah, keberhasilan membangkitkan kembali harimau Jawa, serigala Tasmania, burung Dodo, mamooth, bahkan dinosaurus(?) hanya tinggal menunggu waktu saja. Namun, letak permasalahannya bukanlah di situ, bukan soal teknologinya, tetapi lebih ke soal etis. Ketika kita berhasil mengklon hewan yang telah punah, kita akan mendapatkan hewan yang sebatang kara di kebun binatang, bukan di habitat aslinya yang memang sudah tidak ada. Perlu dipertimbangkan kembali baik dan buruknya membangunkan kembali spesies yang telah punah. Memang, keberhasilan seperti itu akan membawa terobosan yang amat revolusioner di bidang sains, khususnya biologi, akan tetapi secara etis masih banyak sekali yang perlu dipertimbangkan.
Dalam kasus membangunkan kembali binatang purba itu, pertama-tama haruslah didapatkan urutan DNA yang lengkap dari hewan punah yang hendak dibuat kembali. Urutan DNA ini amat panjang, bisa jadi terdiri atas milyaran pasangan basa (purin – pirimidin). Selanjutnya, para ilmuwan perlu membuat peta dari genom hewan tersebut. Keseluruhan genom itu kemudian harus diurutkan ulang berkali-kali untuk membuang DNA asing yang bukan berasal dari spesies tersebut. Kemudian, barulah DNA tersebut dikemas dalam benuk kromosom. Setelah memperoleh kromosom yang dapat digunakan, dapatlah dibuat inti sel sintetis yang nantinya (seperti yang diceritakan tadi) akan diselipkan ke sel tanpa inti dari induk angkatnya. Induk angkat tersebut diusahakan berkerabat dekat dengan hewan rancangan tadi, satu genus, atau setidaknya satu famili.
Untuk banyak spesies lain yang berlum terlampau jauh rentang waktu kepunahannya, hal itu jauh lebih mudah. Untuk serigala Tasmania, sejauh ini para ilmuwan telah berhasil membangun ulang sebagian besar dari DNA nya, terutama bagian yang membentuk bangun dasar tubuh. Dalam DNA berpenanda radioaktif yang disuntikkan ke tubuh beberapa hewan percobaan, terlihat bahwa DNA yang mengkode pembentukan tulang dan beberapa organ telah berhasil diisolasi. Karena itu, para ilmuwan terus mencari spesimen yang lebih utuh dan segar dari tiap-tiap hewan punah tersebut untuk membangun perpustakaan gen yang lebih lengkap. Pastilah, bicara soal menghidupkan lagi spesies yang telah punah dewasa ini tidak dianggap science-fiction belaka.
Percayalah, keberhasilan membangkitkan kembali harimau Jawa, serigala Tasmania, burung Dodo, mamooth, bahkan dinosaurus(?) hanya tinggal menunggu waktu saja. Namun, letak permasalahannya bukanlah di situ, bukan soal teknologinya, tetapi lebih ke soal etis. Ketika kita berhasil mengklon hewan yang telah punah, kita akan mendapatkan hewan yang sebatang kara di kebun binatang, bukan di habitat aslinya yang memang sudah tidak ada. Perlu dipertimbangkan kembali baik dan buruknya membangunkan kembali spesies yang telah punah. Memang, keberhasilan seperti itu akan membawa terobosan yang amat revolusioner di bidang sains, khususnya biologi, akan tetapi secara etis masih banyak sekali yang perlu dipertimbangkan.
Referensi :
- National Geographic
- How To Build a Dinosaur: Extinction doesn’t have to be forever by Jack Horner.James Gorman
- National Geographic
- How To Build a Dinosaur: Extinction doesn’t have to be forever by Jack Horner.James Gorman
1 comment:
[url=http://howtobuyclomidwithoutprescription.com] Buy Clomid online[/url]
http://howtobuyclomidwithoutprescription.com
order Clomid online
Post a Comment